Kupas Strategi Inklusif untuk PAUD, Dosen BKPI UIN Salatiga Beri Wawasan Baru soal Pendidikan Inklusif

Yogyakarta-Dosen BKPI UIN Salatiga, Dr. Lilik Sriyanti, M.Si., kembali menunjukkan kiprahnya di kancah akademik nasional, Jum’at (14/11/2025) di Program Magister PIAUD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia hadir dalam diskusi ilmiah yang bertema “Pendidikan Inklusif pada Anak Usia Dini: Strategi dan Implementasi”. Acara ini berlangsung secara daring dan diikuti ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta.

Ketua Prodi Magister PIAUD UIN Sunan Kalijaga, Dr. Mahmud Arif, M.Ag., dalam sambutannya menegaskan bahwa forum ini merupakan bagian dari komitmen akademik untuk memperluas jejaring dan memperkuat kolaborasi antar perguruan tinggi. Ia berharap kegiatan serupa dapat rutin digelar untuk memperluas dampak dan memperdalam riset tentang inklusivitas.

“Pendidikan inklusif adalah isu strategis yang harus digarap bersama. Kami percaya kerja sama akademik akan memperkaya wawasan, memperkuat praktik di lapangan, dan memastikan bahwa pendidikan anak usia dini menjadi ruang yang ramah bagi semua anak,” ujar Dr. Mahmud Arif.

Lebih lanjut Dr. Mahmud, menyampaikan bahwa tema ini dipilih untuk menguatkan pemahaman pendidik mengenai strategi menciptakan kelas PAUD yang benar-benar inklusif. Tujuannya adalah memastikan anak berkebutuhan khusus mendapat dukungan yang tepat tanpa mengabaikan kebutuhan anak lainnya, sekaligus mendorong terciptanya proses pembelajaran yang FUN, adaptif, dan memerdekakan.

Dalam pemaparannya, Dr. Lilik Sriyanti menguraikan pentingnya kesiapan sensori anak dalam proses belajar. Mengacu pada Pyramid of Learning, ia menjelaskan bahwa fondasi sensori adalah penentu utama bagaimana anak dapat memproses informasi dan merespons pembelajaran.

“Sensori adalah pintu pertama yang harus dibuka sebelum anak belajar. Jika pintu ini belum siap, maka semua stimulasi yang diberikan guru tidak akan diterima secara optimal. Anak bisa tampak tidak fokus, gelisah, atau menghindari suara dan tekstur tertentu. Ini bukan sikap menolak, tetapi bentuk komunikasi bahwa sistem sensorinya belum siap,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa pengalaman panjangnya mengelola sekolah bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) membuktikan bahwa intervensi sensori yang tepat dapat mengubah perilaku dan meningkatkan kemampuan akademik anak secara signifikan.

“Guru perlu memahami bahwa setiap anak membawa kebutuhan sensori yang berbeda. Ketika guru mampu membaca sinyal itu, proses belajar tidak hanya lebih efektif, tetapi juga lebih manusiawi,” tambahnya.

Selain Dr. Lilik, hadir pula narasumber lain, yakni Jamil Suprihatiningrum, S.Pd.Si., M.Pd.Si., Ph.D., dosen mata kuliah Inklusi UIN Sunan Kalijaga yang memaparkan berbagai model praktik kelas inklusif dan tantangan lapangan yang sering dihadapi guru. Diskusi ilmiah ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas pendidik PAUD dalam menerapkan pembelajaran inklusif yang holistik. Dengan kolaborasi antar kampus dan hadirnya para pakar, pendidikan ramah semua anak bukan lagi sekadar wacana, tetapi terus bergerak menjadi praktik nyata di ruang-ruang kelas Indonesia. (zidn/red)